Sunday 17 March 2013

Upaya Rehabilitasi Lahan Kritis melalui Hutan Rakyat



Upaya Rehabilitasi Lahan Kritis melalui Hutan Rakyat
Oleh :
Andy Risasmoko *)
ABSTRACT
Degraded land that is widespread in Indonesia is about 29.9 million ha (Ditjen BPDAS PS, 2011) requires attention from stakeholders to rehabilitate into the productive land. The Condition of degraded land are found in many critical areas such as  tall grass lands, shrubs, and open land that surface erotion have been occured (surface run-off) that make it become a poor land. Therefore, forest and land rehabilitation efforts to improve the condition of degraded land need  to be increased.
The rehabilitation of degraded land that has been done is planting activities through private forest. Based on the principles of forest ecology, the best forest is a mixed forest that have composition of various strata. Private forest is one of the forest  which have those characteristic. These conditions assure better benefits in ecologically and economically function for forest owners. Therefore, the development of private forest is one choise to rehabilitation of degraded land and also an attempt to improve the welfare of society.
Key word: critical land, forests, land rehabilitation

A.     Pendahuluan
Pada saat ini terdapat cukup banyak lahan kritis dan tidak produktif yang disebabkan antara lain oleh pemanfaatan lahan yang kurang disertai dengan pertimbangan lingkungan. Lahan kritis merupakan suatu lahan yang keadaannya kurang baik dari segi penutupan lahan dan kebanyakan ditumbuhi alang-alang, semak belukar, bahkan sampai lahan terbuka dan sudah terjadi erosi permukaan (surface run off) sehingga merupakan tanah miskin.
Di sisi lain kebutuhan kayu meningkat terus dan hal ini memberikan peluang pasar bagi pengembangan kayu rakyat. Peranan hutan rakyat akan lebih penting serta lahan kritis yang dulu merupakan masalah sekarang menjadi potensi untuk mengembangkan hutan rakyat yang pada akhirnya diharapkan lahan kritis dapat cepat direhabilitasi dan masyarakat dapat meningkat kesejahteraannya.
B.     Lahan Kritis
Lahan kritis adalah lahan yang penggunaannya tidak sesuai kemampuan dan telah mengalami proses kerusakan fisik/kimia/biologi yang pada akhirnya membahayakan fungsi hidrologi, orologi, produksi, pemukiman dan kehidupan sosial ekonomi dari daerah lingkungan pengaruhnya. Oleh karena itu, ada kaitan nyata antara lahan kritis dengan campur tangan manusia dalam mengolah lahan atau menggarap tanah dengan kerusakan sumberdaya alam pada umumnya.
 
Terjadinya lahan kritis tidak terlepas dari faktor alam yaitu, tanah dan air yang merupakan faktor pasif, dan faktor manusia merupakan faktor aktif yaitu petani pemanfaat lahan.
Tanah dan air merupakan faktor pasif terjadinya lahan kritis. Tanah mempunyai daya dukung kemampuan yang berbeda-beda, ada tanah yang subur, datar, stabil belum mengalami erosi, ada tanah yang miskin, tidak stabil, curam, sudah mengalami erosi dan ada juga kondisi tanah diantara kondis tersebut. Sifat fisik/kimia/biologi tanah-tanah di daerah tropis mudah terganggu bahkan mundur dan rusak apabila penutup tanah berupa vegetasi sudah tidak ada. Oleh karena itu, perbaikan lahan kritis melalui penanaman berbagai jenis pohon atau tanaman lain sangatlah efektif. Peranan vegetasi dalam mencegah erosi dan mengurangi erosi permukaan antara lain tegakan dan serasah dapat menahan percikan air hujan dan menahan aliran permukaan yang membawa butir-butir tanah, serasah dan humus serta meningkatkan daya serap dan menyimpan air dalam bentuk air tanah, aliran di bawah permukaan tanah akan bertambah dan meningkatkan kualitas kejernihan air. Fluktuasi debit air sungai juga bisa lebih kecil pada saat musim hujan dan musim kemarau. Pemanfaatan air dengan meningkatkan efisiensi penggunaannya perlu dikembangkan melalui sistem pengawetan air antara lain berupa pembangunan bendungan, embung, dan waduk saluran irigasi, sehingga air dapat dimanfaatkan dengan baik untuk meningkatkan produktivitas dan pengawetan air dan tanah.
Selain faktor pasif atau faktor alam, terjadinya lahan kritis juga sangat ditentukan oleh faktor aktif yaitu manusia. Manusia atau petani sebagai pemilik lahan pada umumnya menanam tanaman semusim atau usaha tani yang mempunyai putaran uang yang relatif singkat karena faktor kebutuhan ekonomi. Pola bertani tersebut mempunyai kesan hanya untuk bertahan hidup dan hal ini kurang menguntungkan dalam upaya menanggulangi lahan kritis.
Kelemahan yang ada pada petani adalah kurangnya pengetahuan dan keterampilan  dalam hal mengembangkan usaha tani. Masalah-masalah yang ada antara lain: masalah permodalan, pemasaran hasil produksi, serta keterampilan petani baik teknis maupun manajerial.  Luas dan besarnya suatu unit manajemen usaha tani merupakan dasar untuk memperkuat kedudukan dalam memasarkan hasil produksinya sekaligus meningkatkan kemampuan petani untuk berproduksi lebih efisien. Untuk itu, petani harus bergabung dalam suatu kelompok yang akan mengelola gabungan dari lahan-lahan mereka menjadi suatu unit manajemen usaha tani yang tepat.
Selain itu, pendekatan yang harus dilakukan adalah agar petani mau memperhatikan daya kemampuan tanah dan efisiensi penggunaan lahan dalam usaha taninya melalui pembinaan terpadu. Dengan memperhatikan daya kemampuan lahan serta memperhatikan pertimbangan-pertimbangan yang baik dan tepat dalam pengembangan wilayah termasuk ekonomi, aksesibilitas, sosial dan budaya masyarakat maka rencana penggunaan lahan dapat dipolakan. Hal ini dapat digunakan untuk pemecahan masalah lahan kritis yang lebih tepat terutama dalam menetapkan rencana perlakuan rehabilitasi lahannya.  
C.     Hutan Rakyat
Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya di luar kawasan hutan dengan ketentuan luas minimal 0,25 ha, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50 % (Permenhut No. P.03/2004 tentang Pedoman Hutan Rakyat). Hutan rakyat disebut juga hutan milik, baik secara perorangan maupun kelompok atau badan hukum. Hutan yang dibangun/ditanam atas usaha sendiri di atas tanah yang dibebani hak lainnya, merupakan pola hutan rakyat yang dimiliki orang/kelompok/badan hukum yang bersangkutan. Dalam pengelolaannya hutan rakyat umumnya tidak hanya ditanami oleh jenis pohon atau kayu-kayuan yang menghasilkan kayu dalam jangka waktu yang lama, namun umumnya ditanami juga dengan jenis palawija atau tanaman pertanian yang menghasilkan dalam jangka pendek. Disela-sela pohon-pohonan dapat pula diusahakan beragam jenis tanaman (tanaman pangan, tanaman obat-obatan, dsb) dan atau beragam jenis hewan (ternak dan ikan), sebagai sistem agroforestry atau silvopastur yang terpadu. Bahkan sebagai ekosistem tertentu hutan rakyat juga dapat dikembangkan dan dikelola sebagai suatu kawasan wana wisata dan sumber plasma nutfah.









 Secara umum kondisi hutan rakyat saat ini adalah sebagai berikut :
v  Berada di tanah milik yang letaknya tersebar-sebar, tidak dalam satu hamparan lahan yang merupakan satu kesatuan
v  Jenis tanaman kayu-kayuan cepat tumbuh (fast growing species)
v  Adanya tumpang sari antara tanaman jangka pendek berupa tanaman pertanian, dengan tanaman jangka panjang berupa kayu-kayuan dan jenis MPTS (Multi Purpose Tree Species)
v  Meskipun ada kelompok tani, umumnya hutan rakyat masih dikelola per keluarga
v  Panen berdasarkan kebutuhan, belum menerapkan prinsip kelestarian dan keberlanjutan. Sehingga pemilik hutan rakyat menjadi pihak lemah ketika menjual kayu, karena berdasarkan kebutuhan.
Adapun pola pengembangan hutan rakyat terdapat berbagai macam pola, antara lain :
v Hutan rakyat yang sengaja dikembangkan melalui proyek tertentu, baik melalui program pemerintah maupun non pemerintah
v Hutan rakyat yang sengaja dikembangkan oleh masyarakat bai secara swadaya murni atau dengan subsidi pemerintah
v Hutan rakyat yang sengaja diusahakan oleh masyarakat di lahan marjinal/tandus, sebagai alternatif kegiatan bertani yang dapat diusahakan
v Hutan rakyat yang sengaja dikembangkan oleh masyarakat, sebagai kegiatan tabungan yang dapat dinikmati hasilnya dihari tua.
Sasaran pengembangan hutan rakyat adalah lahan/tanah milik di luar kawasan hutan. Lahan-lahan yang dapat dijadikan hutan rakyat antara lain adalah:
a.    Lahan dengan kemiringan lereng lebih dari 50%, misalnya pada tebing-tebing yang curam untuk melindungi tanah dari bahaya longsor
b.    Lahan yang tidak digarap lagi sebagi lahan tanam semusim
c.    Lahan yang karena pertimbangan khusus, misalnya untuk perlindungan mata air
d.    Lahan milik rakyat yang karena pertimbangan ekonomi lebih menguntungkan apabila dijadikan hutan rakyat dari pada hanya tanaman semusim.
Tujuan dan manfaat hutan rakyat adalah :
a.   Memperbaiki penutupan tanah sehingga akan mencegah erosi akibat percikan air hujan
b.   Memperbaiki peresapan air ke dalam tanah
c.   Menciptakan iklim mikro, perbaikan lingkungan dan perlindungan sumber air
d.   Meningkatkan produktivitas lahan dengan berbagai hasil baik berupa hasil kayu dan non kayu
e.   Memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu dan kebutuhan kayu rakyat
f.    Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

  
D.     Hutan Rakyat Mendukung Rehabilitasi Lahan Kritis
Berdasarkan hasil peninjauan kembali (review) data lahan kritis, total luas lahan kritis di Indonesia dengan rincian kritis dan sangat kritis adalah 29,9 juta ha (Ditjen BPDAS PS, 2011). Jika dibanding dengan data lahan kritis tahun 2005, luas lahan kritis yaitu 30,2 juta ha, maka terjadi penurunan luas lahan kritis sebesar ± 0,3 juta ha. Dengan demikian, upaya Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) harus terus ditingkatkan mengingat masih luasnya lahan kritis baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan.
RHL merupakan kegiatan prioritas dalam pembangunan nasional sehingga menjadi salah satu kontrak kinerja Menteri Kehutanan RI dalam Kabinet Indonesia Bersatu II (2009-2014). Kontrak Kinerja terkait dengan RHL adalah seluas 2,5 juta Ha selama 5 (lima) tahun (2010-2014) atau seluas 500.000 ha per tahun.
Sampai dengan saat ini upaya rehabilitasi lahan kritis yang telah dilakukan adalah kegiatan penanaman melalui berbagai program antara lain program perhutanan sosial dengan hutan rakyat. Penanaman bertujuan untuk memulihkan, memelihara dan meningkatkan kondisi lahan sehingga berfungsi secara optimal sebagai produksi, media pengatur tata air dan perlindungan lingkungan. Berdasarkan prinsip ekologi bahwa hutan yang paling baik adalah berupa hutan campuran terdiri dari berbagai strata. Hutan rakyat merupakan salah satu bentuk yang memiliki karakteristik tersebut. Dalam kondisi semacam ini bukan hanya fungsi ekologi menjadi terjamin tetapi juga fungsi ekonomi dapat mempunyai penerapan dan atau manfaat yang lebih baik terhadap pemilik hutan rakyat.
Oleh karena itu, untuk mendukung keberhasilan hutan rakyat sebagai upaya rehabilitasi lahan kritis, maka langkah-langkah berikut perlu ditempuh antara lain :
1)      Pemanfaatan lahan kritis sebagai lokasi pembangunan hutan rakyat
2)      Dalam program penanaman alokasi pembangunan hutan rakyat akan diperbesar lebih diarahkan untuk pembangunan hutan rakyat
3)      Dalam pengembangan hutan rakyat harus memperhatikan karakteristik wilayah yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya dan kondisi setempat, dengan pendekatan partisipatif
4)      Keberhasilan pembangunan hutan rakyat dapat dicapai melalui proses transisi dalam mentransformasikan kultur masyarakat yang tradisional menjadi kultur masyarakat yang mengenal suatu usaha yang harus ditunjang dengan upaya pemahaman misi pengembangan hutan rakyat dan penyebaran serta penerapan teknologi
5)      Usaha perhutanan rakyat sebagai kegiatan agribisnis atau silvo bisnis dengan titik berat antara produksi, distribusi hasil dan akses pasar
6)      Dalam pola usaha tani maka petani harus bergabung dalam satu kelompok sehingga dapat terbentuk suatu unit manajemen usaha tani yang dipilih antara lain unit usaha perhutanan rakyat
7)      Penerapan teknologi pasca panen sebagai salah satu penggerak utama usaha perhutanan rakyat
8)      Pembinaan pemanfaatan lahan, keterampilan teknis dan manajemen secara optimal dan lestari
9)      Bantuan modal (finansial) berupa kredit lunak yang pengembaliannya disesuaikan dengan hasil dan waktu
10)   Pemantapan kelembagaan di masyarakat, pembentukan unit usaha bersama yang dapat menyerap, melibatkan masyarakat dan pemantapan kemitraan usaha yang saling menguntungkan.

  
E.     Penutup
Masih luasnya lahan kritis di Indonesia memerlukan berbagai upaya dan kegiatan untuk dapat mengurangi dan memperbaiki kondisi tersebut. Upaya dan kegiatan yang dilakukan harus memperhatikan aspek ekologi, sosial budaya masyarakat dan ekonomi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dengan memperhatikan aspek-aspek tersebut yaitu, melalui pengembangan hutan rakyat. Pembangunan hutan rakyat adalah salah satu pilihan dalam upaya rehabilitasi lahan kritis dan sekaligus merupakan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Diperlukan berbagai dukungan dan kerja dari para stakeholder supaya kegiatan pengembangan hutan rakyat dapat berjalan semakin optimal, sehingga salah satu tujuan dari aspek lingkungan/ekologi berupa rehabilitasi lahan kritis dapat tercapai dengan baik.   Semoga bermanfaat.
*) Widyaiswara Pertama Balai Diklat Kehutanan Bogor

Daftar Pustaka
Fakultas Kehutanan IPB. 2000. Hutan Rakyat di Jawa: Peranannya dalam Perekonomian Desa. Program Penelitian Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM). Bogor.
Hasanu, S. 2008. Pengelolaan Hutan Bersama Rakyat (Cooperative Forest Management). Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor  P.03/Menhut-V/2004 Hutan dan Lahan tentang Pedoman Pembuatan Tanaman Hutan Rakyat Gerakan Nasional Rehabilitasi
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-II/2012 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Tahun 2012.

No comments:

Post a Comment