Sunday, 29 September 2013

PENGELOLAAN HUTAN TANAMAN


PENGELOLAAN HUTAN TANAMAN YANG BERKELANJUTAN


§  Usaha utama adalah Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan produk akhir berupa chip kemudian diolah menjadi pulp. Untuk menghindari konflik antara HTI dengan masyarakat sekitarnya maka sebelum dibangun HTI ditanam juga tanaman kehidupan (tanaman yang bermanfaat untuk masyarakat sekitar HTI). Dengan tanaman kehidupan berupa karet karena jenis tersebut dapat diterima oleh masyarakat setempat. Sampai akhir Juni 2013 perusahan tersebut telah menanam tanaman kehidupan seluas 700 Ha. Sedangkan tanaman pokoknya berupa Akasia, sampai akhir Juni 2013 perusahaan sudah menanam ± 16.000 Ha.
§  Izin HTI: izin membangun hutan tanaman industri yang menghasilkan bahan baku serat (umumnya peruntukan bagi industri pulp dan kertas) yang biasanya diberikan izin konsesi selama 35 tahun ditambah 1 daur atau rotasi tanaman (1 daur = 7 tahun), sehingga izin konsesi HTI adalah 42 tahun. Menurut Ditjen BUK HTI harus memiliki (3 S) sehat ekonomis, sehat ekologis, dan sehat sosial, oleh karena itu maksud pembangunan HTI memiliki beberapa manfaat/tujuan, yaitu meningkatkan produktivitas lahan dan lingkungan, memperluas lapangan kerja dan lapangan usaha, serta peningkatan riap tahunan (sebagai jantung keberlanjutan produksi HTI).
§  Proses pembangunan HTI memerlukan waktu yang panjang mulai dari land clearing dan pembangunan infrastruktur, plantation atau penanaman sampai dengan harvesting atau pemanenan. Untuk jenis tanaman Akasia memiliki daur 7 tahun sampai dengan pemanenan. Kayu yang dipanen kemudian dibuat chip. Pengolahan selanjutnya adalah di mill/ pabrik dengan proses kimia (proses yang sering digunakan adalah proses kraft dengan sulfat) menjadi pulp dan kertas. Siklus HTI yang panjang, untuk itu diperlukan perencanaan dan standar (SOP) di setiap bidang yang matang agar pembangunan HTI berhasil. Perusahaan HTI terdiri dari beberapa departemen/bidang, yaitu planning, harvesting dan wood supply, plantation, infrastruktur, environment dan departemen support lainnya. Departemen yang satu menjadi customer bagi departemen lain.
§  Peluang pembangunan HTI: Untuk Pulau Sumatera ada beberapa perusahaan besar yang bergerak di bidang HTI yaitu, PT. RAPP, PT. Sinar Mas Grup, PT. TEL, dan PT. TPL. Saat ini PT. Agra Bareksa akan mengembangan usaha HTI di Kalimantan Timur dan Barat, serta akan membangun mill/ pabrik di Kalimantan Timur untuk produksi pulp dan kertas, karena di Pulau Kalimantan peluang usaha pembangunan HTI masih terbuka lebar.
§  Tantangan Pengelolaan HTI: usaha HTI merupakan investasi jangka panjang, adanya penguasaan lahan (land dispute), pentingnya kemantapan kawasan hutan, perlunya setifikasi, dan penerapan pengembangan sistem.
§  Investasi jangka panjang: untuk membangun mill/pabrik dengan kapasitas 1 juta ton pulp diperlukan biaya Rp 2 triliun. Untuk menghasilkan 1 juta ton pulp dibutuhkan kurang lebih 4,2 juta m3 kayu. Jika MAI 25 m3/ha/tahun dengan daur tanaman Akasia 7 tahun, maka pada saat panen akan dihasilkan kayu kurang lebih 175 m3/ha. Oleh karena itu, diperlukan luas lahan 24.000 ha/tahun (untuk menghasilkan 4,2 juta m3/tahun) atau 168.000 ha luas lahan (nett/ bersih) dengan daur tanaman Akasia 7 tahun. Jika biaya untuk membangun HTI adalah Rp 25 juta/ha, maka dibutuhkan biaya investasi HTI dengan luas 168.000 ha adalah Rp 4,2 triliun. Dengan demikian biaya total investasi untuk pembanguan pabrik dengan kapasitas 1 juta ton pulp tiap tahun, dan pembangunan HTI dengan luas 168.000 ha adalah Rp 6,2 triliun. Break Even Point (BEP) akan tercapai setelah 9 tahun produksi ditambah 1 daur (7 tahun), yaitu pada tahun ke-16.
§  Penguasaan lahan (land dispute): banyak kelompok maupun perorangan yang mengakui konsesi lahan HTI mulai dari puluhan sampai ribuan hektar. Hal pertama yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasi setiap lokasi land dispute dan di petakan. Salah satu usaha untuk mengurangi konflik tersebut adalah dengan menanam tanaman kehidupan berupa karet.
§  Kemantapan kawasan hutan: belum adanya harmonisasi dalam pemanfaatan tata ruang sehingga masih ada tumpang tindih kawasan antara Kementerian Kehutanan dengan kementerian lain, maupun antara pemerintah pusat dengan daerah. Contohnya adalah di PT Agra Bareksa masih ada tumpang tindih di dalam konsesi HTI dengan kuasa (izin) pertambangan (ada 9 izin pertambang di dalam konsesi HTI PT Agra Bareksa)  maupun tumpang tindih dengan izin perkebunan. Solusinya adalah koordinasi antara pemerintah (pemberi izin), perusahaan HTI, pertambangan dan perkebunan.
§  Sertifikasi: untuk bersaing secara global paling tidak ada 2 hal, yaitu secara ekonomi (harga rendah dengan kualitas tinggi) dan adanya jaminan produk (sertifikasi). Sertifikasi ada yang bersifat mandatory (PHPL, VLK, Proper, SMK3) dan ada persyaratan khusus dari buyer (ISO, OHSAS).  Sertifikat yang sudah diperoleh oleh PT Agra Bareksa yaitu, VLK, PHPL, dan ISO 9001 (Quality Management System), ISO 14001 (Environment Management System).
§  Pengembangan sistem informasi: areal HTI yang luas dan terpisah-pisah di Kalimantan Barat dan Timur maka memerlukan informasi yang mudah diperoleh di kantor pusat (Jakarta), untuk memonitor dan progress up to date dari masing-masing distrik. Data dan informasi disimpan di dalam server. Informasi meliputi histori areal dan perubahan setiap areal, progress produksi, kesehatan tanaman, perkiraan potensi areal pada saat panen, biaya dari setiap areal, sistem pembayaran, dsb.

No comments:

Post a Comment