PENGELOLAAN HUTAN
TANAMAN YANG BERKELANJUTAN
§ Usaha utama adalah Hutan Tanaman
Industri (HTI) dengan produk akhir berupa chip
kemudian diolah menjadi pulp. Untuk
menghindari konflik antara HTI dengan masyarakat sekitarnya maka sebelum
dibangun HTI ditanam juga tanaman kehidupan (tanaman yang bermanfaat untuk
masyarakat sekitar HTI). Dengan tanaman kehidupan berupa karet karena jenis
tersebut dapat diterima oleh masyarakat setempat. Sampai akhir Juni 2013
perusahan tersebut telah menanam tanaman kehidupan seluas 700 Ha. Sedangkan
tanaman pokoknya berupa Akasia, sampai akhir Juni 2013 perusahaan sudah menanam
± 16.000 Ha.
§ Izin
HTI: izin
membangun hutan tanaman industri yang menghasilkan bahan baku serat (umumnya
peruntukan bagi industri pulp dan kertas) yang biasanya diberikan izin konsesi
selama 35 tahun ditambah 1 daur atau rotasi tanaman (1 daur = 7 tahun),
sehingga izin konsesi HTI adalah 42 tahun. Menurut Ditjen BUK HTI harus
memiliki (3 S) sehat ekonomis, sehat ekologis, dan sehat sosial, oleh karena
itu maksud pembangunan HTI memiliki beberapa manfaat/tujuan, yaitu meningkatkan
produktivitas lahan dan lingkungan, memperluas lapangan kerja dan lapangan
usaha, serta peningkatan riap tahunan (sebagai jantung keberlanjutan produksi
HTI).
§ Proses pembangunan HTI memerlukan
waktu yang panjang mulai dari land
clearing dan pembangunan infrastruktur, plantation
atau penanaman sampai dengan harvesting atau
pemanenan. Untuk jenis tanaman Akasia memiliki daur 7 tahun sampai dengan
pemanenan. Kayu yang dipanen kemudian dibuat chip. Pengolahan selanjutnya adalah di mill/ pabrik dengan proses kimia (proses yang sering digunakan
adalah proses kraft dengan sulfat) menjadi
pulp dan kertas. Siklus HTI yang
panjang, untuk itu diperlukan perencanaan dan standar (SOP) di setiap bidang
yang matang agar pembangunan HTI berhasil. Perusahaan HTI terdiri dari beberapa
departemen/bidang, yaitu planning,
harvesting dan wood supply,
plantation, infrastruktur, environment
dan departemen support lainnya. Departemen yang satu menjadi customer bagi departemen lain.
§ Peluang
pembangunan HTI:
Untuk Pulau Sumatera ada beberapa perusahaan besar yang bergerak di bidang HTI
yaitu, PT. RAPP, PT. Sinar Mas Grup, PT. TEL, dan PT. TPL. Saat ini PT. Agra
Bareksa akan mengembangan usaha HTI di Kalimantan Timur dan Barat, serta akan
membangun mill/ pabrik di Kalimantan
Timur untuk produksi pulp dan kertas,
karena di Pulau Kalimantan peluang usaha pembangunan HTI masih terbuka lebar.
§ Tantangan Pengelolaan HTI: usaha HTI
merupakan investasi jangka panjang,
adanya penguasaan lahan (land
dispute), pentingnya
kemantapan kawasan hutan, perlunya setifikasi,
dan penerapan pengembangan
sistem.
§ Investasi
jangka panjang:
untuk membangun mill/pabrik dengan
kapasitas 1 juta ton pulp diperlukan
biaya Rp 2 triliun. Untuk menghasilkan 1 juta ton pulp dibutuhkan kurang lebih 4,2 juta m3 kayu. Jika MAI 25
m3/ha/tahun dengan daur tanaman Akasia 7 tahun, maka pada saat panen akan
dihasilkan kayu kurang lebih 175 m3/ha. Oleh karena itu, diperlukan luas lahan
24.000 ha/tahun (untuk menghasilkan 4,2 juta m3/tahun) atau 168.000 ha luas
lahan (nett/ bersih) dengan daur tanaman Akasia 7 tahun. Jika biaya untuk
membangun HTI adalah Rp 25 juta/ha, maka dibutuhkan biaya investasi HTI dengan
luas 168.000 ha adalah Rp 4,2 triliun. Dengan demikian biaya total investasi
untuk pembanguan pabrik dengan kapasitas 1 juta ton pulp tiap tahun, dan pembangunan HTI dengan luas 168.000 ha adalah
Rp 6,2 triliun. Break Even Point
(BEP) akan tercapai setelah 9 tahun produksi ditambah 1 daur (7 tahun), yaitu
pada tahun ke-16.
§ Penguasaan
lahan (land dispute): banyak kelompok maupun perorangan
yang mengakui konsesi lahan HTI mulai dari puluhan sampai ribuan hektar. Hal pertama
yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasi setiap lokasi land dispute dan di petakan. Salah satu
usaha untuk mengurangi konflik tersebut adalah dengan menanam tanaman kehidupan
berupa karet.
§ Kemantapan
kawasan hutan: belum
adanya harmonisasi dalam pemanfaatan tata ruang sehingga masih ada tumpang
tindih kawasan antara Kementerian Kehutanan dengan kementerian lain, maupun
antara pemerintah pusat dengan daerah. Contohnya adalah di PT Agra Bareksa masih
ada tumpang tindih di dalam konsesi HTI dengan kuasa (izin) pertambangan (ada 9
izin pertambang di dalam konsesi HTI PT Agra Bareksa) maupun tumpang tindih dengan izin perkebunan.
Solusinya adalah koordinasi antara pemerintah (pemberi izin), perusahaan HTI,
pertambangan dan perkebunan.
§ Sertifikasi:
untuk bersaing
secara global paling tidak ada 2 hal, yaitu secara ekonomi (harga rendah dengan
kualitas tinggi) dan adanya jaminan produk (sertifikasi). Sertifikasi ada yang
bersifat mandatory (PHPL, VLK, Proper, SMK3) dan ada persyaratan khusus dari buyer (ISO, OHSAS). Sertifikat yang sudah diperoleh oleh PT Agra
Bareksa yaitu, VLK, PHPL, dan ISO 9001 (Quality
Management System), ISO 14001 (Environment
Management System).
§ Pengembangan
sistem informasi: areal
HTI yang luas dan terpisah-pisah di Kalimantan Barat dan Timur maka memerlukan
informasi yang mudah diperoleh di kantor pusat (Jakarta), untuk memonitor dan progress up to date dari masing-masing
distrik. Data dan informasi disimpan di dalam server. Informasi meliputi
histori areal dan perubahan setiap areal, progress
produksi, kesehatan tanaman, perkiraan potensi areal pada saat panen, biaya
dari setiap areal, sistem pembayaran, dsb.