I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hutan
hak menurut Permenhut No. P.30/Menhut-II/2012 tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang Berasal dari Hutan Hak
adalah hutan yang berada pada tanah/lahan
masyarakat yang telah dibebani hak atas tanah di luar kawasan hutan negara,
dibuktikan dengan alas titel berupa Sertifikat Hak Milik, Letter C atau Girik,
Hak Guna Usaha, Hak Pakai, atau dokumen penguasaan/pemilikan lainnya yang
diakui oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Hutan hak selanjutnya
dikenal dengan hutan rakyat yaitu hutan yang tumbuh
di atas tanah milik yang dibebani hak dan pemanfaatannya oleh pemilik lahan.
Keberadaan hutan rakyat mulai dikenal
setelah dilaksanakan proyek penghijauan pada tahun 1975 dalam SK Dirjen
Kehutanan No. 161/D1/1/1975 tanggal 25 Oktober 1975 ditetapkan sasaran
reboisasi dan penghijauan dengan areal berupa hutan yang rusak, belukar, padang
alang-alang, tanah kosong/gundul dan tanah terlantar serta tanah tegalan.
Arahan pembangunan hutan rakyat berawal dari upaya rehabilitasi lahan dan
konservasi tanah dan hasilnya telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat
sebagai tambahan penghasilan (Dephut 2009).
Campur
tangan pemerintah dalam pengelolaan hutan rakyat dapat memberikan dampak
positif maupun negatif
terhadap perkembangan hutan rakyat. Dampak positif apabila kebijakan pemerintah
dapat meningkatkan minat masyarakat untuk membangun hutan rakyat dan mampu
mendorong perkembangan hutan rakyat. Dampak negatif apabila kebijakan
pemerintah akan membebani pemilik hutan rakyat serta mengurangi minat
masyarakat untuk membangun hutan rakyat dan
pada akhirnya masyarakat
mengalihkan penggunaan lahan untuk tujuan lain. Oleh karena itu, pengaturan
pengusahaan hutan rakyat beserta program pembangunan harus dapat menyediakan
insentif untuk mendorong
perkembangan hutan rakyat serta memberikan
keuntungan bagi pemilik hutan.
B.
Tujuan
Tujuan
pembuatan makalah ini adalah:
1. Melakukan
tinjauan singkat terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko No. 9 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko No. 8 Tahun 2011 tentang Izin Pemanfaatan
dan atau Pemungutan Kayu Rakyat.
2. Mengkaji Peraturan Daerah
Kabupaten Mukomuko No. 9
Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko No. 8
Tahun 2011 tentang Izin Pemanfaatan dan atau Pemungutan Kayu Rakyat terhadap
pemberian insentif dan disinsentif pada pengelolaan hutan rakyat.
C.
Ruang Lingkup Kajian
1. Peraturan
Perundangan yang Terkait
Peraturan perundangan yang terkait dengan Peraturan
Daerah Kabupaten Mukomuko No. 9
Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko No. 8
Tahun 2011 tentang Izin Pemanfaatan dan atau Pemungutan Kayu Rakyat antara
lain:
1. Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria;
2. Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
3. Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
4. Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan;
5. Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor P.26/Menhut-II/2005 tentang Pedoman Pemanfaatan Hutan Hak;
6. Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2007 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara
Pengenaan, Pemungutan dan Pembayaran Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH) dan Dana
Reboisasi (DR);
7. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.30/Menhut-II/2012
tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang Berasal dari Hutan Hak;
8. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.20/Menhut-II/2013
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-II/2011
tentang Izin Pemanfaatan Kayu.
2.
Istilah Umum yang Terkait
Beberapa istilah yang umum digunakan dalam
pengelolaan hutan rakyat yang berkaitan dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Mukomuko No. 9
Tahun 2012 adalah sebagai berikut:
a. Hutan
hak menurut Undang-Undang No.41 Tahun 1999
adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah,
b. Hutan hak menurut Peraturan
Menteri Kehutanan No. P.26/Menhut-II/2005 adalah hutan yang berada pada tanah
yang telah dibebani hak atas tanah yang dibuktikan dengan alas titel atau hak
atas tanah, yang lazim disebut hutan rakyat yang diatasnya didominasi oleh
pepohonan dalam suatu ekosistem yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota.
c. Hutan
hak menurut Peraturan Menteri Kehutanan
No. P.30/Menhut-II/2012 adalah hutan yang
berada pada tanah/lahan masyarakat yang telah dibebani hak atas tanah diluar
kawasan hutan negara, dibuktikan dengan alas titel berupa Sertifikat Hak Milik,
Letter C atau Girik, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, atau dokumen
penguasaan/pemilikan lainnya yang diakui oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
d. Pemanfaatan hutan adalah kegiatan
untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan
hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu
secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya (Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007).
e. Pemanfaatan hasil hutan kayu
adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa kayu
dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya (Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007).
f. Izin
pemanfaatan hutan adalah izin yang diterbitkan
oleh pejabat yang berwenang yang terdiri dari izin usaha pemanfaatan kawasan,
izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu
dan izin pemungutan hasil hutan kayu dan atau bukan kayu pada areal hutan yang
telah ditentukan (Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007).
g. Hasil
hutan dari hutan milik/rakyat adalah benda-benda
hayati beserta turunannya yang telah dibudidayakan di tanah/lahan milik rakyat
atau masyarakat yang berada di luar kawasan hutan.
3. Insentif
dan Disinsentif
Menurut Peraturan
Pemerintah No. P.26/Menhut-II/2005 insentif adalah
semua bentuk dorongan spesifik atau rangsangan/stimulus yang dirancang dan
diimplementasikan untuk mempengaruhi atau memotivasi msyarakat, baik secara
individu maupun kelompok. Insentif dapat diberikan berupa pemberian
prioritas program-program pembangunan daerah antara lain subsidi, pinjaman
lunak, kebijakan fiskal, pengaturan, kemudahan pelayanan, dan pendampingan. Insentif merupakan bentuk dorongan spesifik atau stimulus
(rangsangan), umumnya berasal dari institusi eksternal untuk memperngaruhi atau
memotivasi masyarakat agar bertindak atau mengadopsi suatu kegiatan atau
program. Suatu peraturan akan menjadi insentif apabila
peraturan tersebut mampu merangsang atau mendorong masyarakat untuk melakukan
kegiatan atau program tersebut sehingga masyarakat memperoleh manfaat atau
keuntungan.
Disinsentif adalah bersifat sebaliknya, yaitu tidak
merangsang atau tidak mendorong.
Suatu
peraturan akan menjadi disinsentif apabila peraturan tersebut tidak merangsang
atau mendorong masyarakat
untuk melakukan kegiatan atau program tersebut. Masyarakat akan memperoleh
kerugian, tidak mendapatkan manfaat apabila melaksanakan program tersebut.
II.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Tinjauan
Singkat Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko No. 9 Tahun 2012
tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko No. 8 Tahun 2011
tentang Izin Pemanfaatan dan atau Pemungutan Kayu Rakyat
Peraturan
Daerah Kabupaten Mukomuko No. 9
Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko No. 8
Tahun 2011 tentang Izin Pemanfaatan dan atau Pemungutan Kayu Rakyat di wilayah
Kabupaten Mukomuko dibuat dengan dasar bahwa dalam upaya melindungi hak-hak
masyarakat atas kayu yang merupakan asset
privat dan mendorong semangat pembangunan kehutanan berbasis masyarakat
serta memberikan kemudahan dalam pelayanan, maka diperlukan pengaturan
penatausahaan kayu rakyat yang berasal dari hutan hak. Peraturan tersebut
berisi antara lain:
1)
Areal yang dapat dimohon untuk Izin Pemanfaatan dan
atau Pemungutan Kayu Rakyat yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah
yang berada di luar kawasan hutan dan dibuktikan dengan alas titel atau hak
atas tanah, tidak termasuk HGU, HTI,
IUPHHK dan Izin Lokasi Perkebunan. Pemohon adalah setiap orang atau
badan yang memiliki dokumen hak dan/atau kepemilikan atas tanah yang sah atau
orang yang dikuasakan oleh pemilik lahan.
2)
Permohonan izin dilengapi dengan persayaratan
administrasi dan teknis. Persyaratan administrasi berupa bukti kepemilikan hak
atas tanah, KTP atau akta pendirian badan hukum. Persyaratan teknis berupa
peta/sketsa lokasi, peralatan yang digunakan, potensi kayu. Apabila potensi
kayu lebih dari 5 m3, maka harus ada pemeriksaan lokasi oleh petugas
Dinas Kehutanan Kabupaten.
3)
Izin diberikan oleh Bupati melalui Kepala Kantor
Terpadu Satu Pintu dengan memperhatikan rekomendasi teknis Dinas Kabupaten.
4)
Pemilik IPKR setelah melakukan penebang/pemungutan
wajib melakukan pencatatan dan pengukuran guna pembuatan LHP-KR.
5)
Pengangkutan kayu bulat
rakyat atau kayu olahan rakyat dari lokasi izin ke TPK menggunakan Daftar
Pengangkutan (DP) yang dibuat oleh pemilik izin dan diketahui oleh Petugas
Pembuat LHP-KR.
6)
Terhadap Kayu Bulat Kayu Rakyat yang berasal dari pohon
yang tumbuh secara alami dalam kawasan hutan yang berubah status menjadi bukan
kawasan hutan (APL dan atau KBNK), akan dikenakan PSDH dan DR. Selain PSDH dan
DR, juga diwajibkan membayar penggantian nilai tegakan.
7)
Pemilik izin yang tidak
melaksanakan kewajiban pembayaran PSDH, DR dan Penggantian Nilai tegakan sampai
habis masa berlaku izin, maka akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda
10 (sepuluh) kali jumlah kewajiban dan dikenakan sanksi pidana sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengaturan pemanfaatan
hasil hutan hak/milik di Kabupaten Mukomuko tersebut mengacu pada Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-II/2011 tentang Izin Pemanfaatan Kayu yang
telah dirubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.20/Menhut-II/2013
tentang Izin Pemanfaatan Kayu. Peraturan ini tidak sejalan dengan Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor P.30/Menhut-II/2012 tentang Penatausahaan Hasil Hutan
yang Berasal dari Hutan Hak dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.26/Menhut-II/2005 tentang Pedoman Pemanfaatan Hutan Hak.
B. Kajian Insentif dan
Disinsentif Peraturan
Daerah Kabupaten Mukomuko No. 9 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah Kabupaten Mukomuko No. 8 Tahun 2011 tentang Izin Pemanfaatan dan atau
Pemungutan Kayu Rakyat
Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko No. 9 Tahun 2012
tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko No. 8 Tahun 2011
tentang Izin Pemanfaatan atau Pemungutan Kayu Rakyat berisi bab-bab tentang
ketentuan umum, tata cara permohonan dan persyaratan permohonan izin, tata cara
penilaian permohonan dan pemberian izin, pengukuran potensi hasil hutan,
pembuatan LHP KR dan pengangkatan P2LHP KR, pengesahan LHP KR, pengangkutan
hasil hutan, pemberlakuan dokumen dengan tujuan TPK antara, prosedur pengajuan
penerbitan dokumen angkutan kayu, pejabat penerbit dokumen angkutan kayu, masa
berlaku dan peruntukan dokumen, perpanjangan masa berlaku dokumen,
penatausahaan, penyimpanan dan pembatalan blanko dokumen angkutan hasil hutan,
pendistribusian blanko dokumen angkutan hasil hutan, pelaporan ketersediaan
dokumen pada pejabat penerbit, LMKB KR dan LMKO KR, pelaporan penatausahaan
kayu, pemungutan PSDH dan DR, tata cara pembayaran dan penyetoran hasil
pungutan PSDH dan DR, hak, kewajiban, larangan serta hapusnya izin, pelaporan pejabat
penagih, stock opname, pembinaan dan pengendalian, ketentuan penyidikan,
ketentuan sanksi, ketentuan penutup.
Secara umum peraturan daeraha ini mengatur tentang izin pemanfaatan
atau pemungutan kayu yang berasal dari tanah milik/hak. Namun tanah milik/hak
tersebut pada awalnya adalah kawasan hutan yang telah dikonversi menjadi areal
penggunaan lain (APL) atau kawasan budidaya non kehutanan (KBNK). Pada saat
perubahan status penggunaan, terdapat pohon yang tumbuh secara alami di atas
areal tersebut. Oleh karena itu, pemanfaatan kayu yang berada di lahan tersebut
dikenakan PSDH, DR dan penggantian nilai tegakan sesuai dengan Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2007 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara
Pengenaan Pemungutan dan Pembayaran PSDH dan DR.
Isi peraturan daerah ini berbeda dengan latar belakang
pembuatan peraturan ini, yaitu mendorong pembangunan kehutanan berbasis
masyarakat karena peraturan daerah ini justru berisi pengaturan pemanfaatan
atau pemungutan kayu pada areal yang berubah penggunaan dari hutan menjadi
bukan hutan, kayu yang berada di atas lahan tersebut dapat dimanfaatkan atau
dipungut (di panen) kemudian lahan tersebut berubah menjadi areal bukan hutan
(konversi).
Peraturan daerah ini juga tidak sejalan dengan Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor P.26/Menhut-II/2005 tentang Pedoman Pemanfaatan Hutan
Hak, karena di dalam Permenhut ini tanah milik/hak dapat berubah fungsi menjadi
hutan hak (fungsi konservasi, lindung, atau produksi) berdasar pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. Masyarakat yang tanahnya ditunjuk dan ditetapkan menjadi
hutan hak akan memperoleh insentif dan kompensasi.
Kebijakan
pemerintah daerah tersebut dalam pelaksanaannya dapat berupa pemberian insentif
atau disinsentif dalam pengelolaan hutan hak/milik. Pemberian insentif antara
lain sebagai berikut:
1. Pasal 4 tentang penilaian terhadap lokasi yang akan
diberikan izin oleh Dinas Kehutanan Kabupaten
a.
Pemberi
izin melakukan penilaian administrasi dan teknis.
b.
Areal
yang akan diajukan izin dilakukan pemeriksaan lokasi dan checking cruising (survey
potensi) oleh petugas dari Dinas Kabupaten.
2.
Pasal
7 tentang pemberian izin:
- Kepala Dinas Kabupaten dapat memberikan izin pemanfaatan dan/atau pemungutan kayu rakyat setelah mendapatkan persetujuan dari Bupati.
- Izin diberikan sampai dengan 5 m3 apabila memenuhi persyaratan administarsi dan teknis.
- Izin diberikan lebih dari dengan 5 m3 apabila memenuhi persyaratan administarsi dan teknis, telah dilakukan pemeriksaan dan survey potensi oleh Dinas Kehutanan Kabupaten dan telah dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan lokasi dan kebenaran persyaratan.
Pemerintah daerah dapat memiliki fungsi pengendalian
terhadap izin pemanfaatan atau pemungutan kayu rakyat. Pengendalian izin merupakan
insentif tidak langsung karena pemerintah berfungsi sebagai penanggung jawab
dalam mengendalikan pengelolaan hutan hak/milik.
3.
Pasal 8 ayat 3 tentang perpanjangan izin:
Terhadap Pesediaan Kayu Bulat
atau kayu olahan yang telah dibayarkan kewajibannya berdasarkan LHP-KR yang
telah disahkan, maka setelah habis masa berlaku perizinan tetap dapat
diusahakan dalam jangka waktu paling lama 2(dua) bulan sambil menunggu proses perpanjanngan
izin selanjutnya.
Salah satu bentuk insentif adalah
kemudahan pelayanan (Permenhut No. 26 Tahun 2005), kemudahan dalam perpanjangan
izin pemanfaatan atau pemungutan kayu rakyat akan mendorong masyarakat untuk
melakukan kegiatannya secara legal. Pengurusan perpanjangan izin yang sulit
justru akan mendorong masyarakat tidak peduli dengan aturan yang ada, sehingga
masyarakat dapat melakukan kegiatan illegal.
4.
Pasal
10 ayat 1 tentang survey potensi:
Survey potensi (timber
cruising) dilakukan oleh Dinas Kehutananan Kabupaten dengan maksud
mengukur, mengamati dan mencatat terhadap pohon yang direncanakan akan ditebang
serta data lapangan lainnya untuk mengetahui estimasi jenis, jumlah, diameter,
tinggi pohon serta informasi tentang keadaan lapangan yang akan dilakukan
pemanfaatan atau pemungutan kayu.
Insentif yang diberikan berupa
pendampingan terhadap kegiatan. Masyarakat yang telah memperoleh izin
memperoleh bantuan untuk mengetahui potensi pohon yang berada pada lahannya.
Pengukuran potensi oleh tenaga yang kompeten adalah sebuah bentuk insentif.
5. Pasal 14 ayat 1
tentang pengangkutan hasil hutan:
Pengangkutan kayu rakyat dari lokasi perizinan
wajib dilindungi/disertai dengan dokumen angkutan kayu rakyat yang sah
(SKAU/nota/faktur angkutan kayu olahan).
Bukti legalitas pengangkutan hasil hutan menjadi insentif bagi masyarakat. Kayu yang
dilengkapi dengan dokumen tersebut memberikan
keamanan terutama dalam peredaran hasil hutan rakyat.
6.
Pasal 38 tentang pembinaan dan pengendalian:
- Dinas Kehutanan Provinsi melaksanakan pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan penatausahaan kayu yang berasal dari hutan hak dan atau lahan masyarakat.
- Dinas Kehutanan Kabupaten melaksanakan pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan penatausahaan kayu yang berasal dari hutan hak dan atau lahan masyarakat.
Pembinaan dan
pengendalian adalah sebuah insentif bagi masyarakat. Masyarakat akan memahami
aturan khususnya pelaksanaan penatausahaan kau yang berasal dari tanah
milik/hak.
Kebijakan
pemerintah daerah tersebut dalam bentuk disinsentif antara lain:
1. Pasal 2 ayat 1 tentang permohonan izin:
Areal yang dapat dimohon untuk
Izin Pemanfaatan dan atau Pemungutan Kayu Rakyat yang berada pada tanah yang
dibebani hak atas tanah yang berada di luar kawasan hutan dan dibuktikan dengan
alas titel atau hak atas tanah.
Hal ini menjadi disinsentif
apabila pohon yang tumbuh tersebut bukan pada kawasan hutan yang di konversi
menjadi areal penggunaan lain (APL) atau kawasan budidaya non kehutanan (KBNK).
Pohon yang tumbuh pada tanah milik/hak tidak perlu ada izin pemanfaatan dari
pemerintah daerah. Aturan hanya berlaku untuk pengangkutan kayu sesuai dengan
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.30/Menhut-II/2012 tentang Penatausahaan
Hasil Hutan yang Berasal dari Hutan Hak.
2.
Pasal
3 tentang persyaratan izin:
- Permohonan Izin dilengkapi persyaratan administrasi dan teknis
- Persyaratan teknis: peta/sketsa lokasi areal yang dimohon yang diketahui oleh Kepala Desa dan Camat setempat, daftar nama, tipe dan jenis peralatan yang akan dipergunakan dalam melaksanakan kegiatan pemanfaatan dan atau pemungutan kayu rakyat, potensi kayu yang akan dimanfaatkan dan atau dipungut berdasarkan hasil timber cruising (survey potensi).
3. Pasal 8 ayat 2 tentang perpanjangan izin:
Perpanjangan izin pemanfaatan dan
atau pemungutan kayu rakyat dilaksanakan sesuai dengan tata cara permohonan
baru.
Persyaratan dan perpanjangan izin
yang sulit untuk dipenuhi menjadi disinsentif bagi masyarakat. Hal ini akan
memberatkan bagi masyarakat, akibatnya masyarakat menjadi tidak peduli dengan
aturan, sehingga dapat mendorong kegiatan illegal.
4.
Pasal
13 ayat 4 tentang LHP KR:
Pemilik izin membuat 4 rangkap LHP KR:
1) Rangkap Kesatu untuk
Dinas Kabupaten;
2) Rangkap Kedua untuk
Dinas Propinsi;
3) Rangkap Ketiga untuk
Pejabat Pengesah LHP-KR;
4) Rangkap Keempat untuk
arsip pemilik izin.
5.
Pasal
36 ayat 3 tentang laporan realisasi PSDH, DR dan penggantian nilai tegakan:
Wajib bayar selambat-lambatnya
tanggal 5 (lima) bulan berikutnya menyampaikan laporan realisasi
pembayaran/penyetoran PSDH, DR dan Penggantian Nilai Tegakan kepada Pejabat
Penagih dengan tembusan kepada :
a. Menteri
b. Bupati
c. Dinas Propinsi
d. Dinas Kabupaten
e. Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi
Pembuatan dokumen yang sama dan ditujukan ke banyak
instansi/pihak menjadi disinsentif bagi masyarakat. Hal ini akan berpotensi
adanya biaya tambahan (biaya transakai) dalam pembuatan/pelaporan tersebut,
sehingga aturan seperti ini akan memberatkan masyarakat.
6.
Pasal
37 ayat 3 tentang stock opname:
Semua biaya yang timbul sebagai
akibat dilakukannya stock opname dibebankan kepada pemegang izin.
Pemerintah daerah seharusnya memberikan insentif berupa
pelayanan kepada masyarakat. Apabila masyarakat dibebani dengan biaya-biaya,
maka akan menjadi disinsentif bagi masyarakat.
III.
KESIMPULAN
Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko No. 9 Tahun 2012
tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko No. 8 Tahun 2011
tentang Izin Pemanfaatan atau Pemungutan Kayu Rakyat bersifat insentif dan
disinsentif namun pada dasarnya peraturan ini menjadi disinsentif terhadap
pemanfaatan hutan rakyat dan hutan milik karena mendorong pemanfaatan atau
pemungutan kayu kemudian merubah fungsi atau penggunaan lahan menjadi lahan
bukan hutan (konversi). Kebijakan pemerintah daerah yang bersifat insentif akan
memberikan peluang terhadap pengembangan hutan rakyat. Peraturan yang bersifat
disinsentif akan menghambat perkembangan hutan rakyat. Oleh karena itu, peraturan
daerah yang bersifat disinsentif perlu ditinjau kembali.
No comments:
Post a Comment