Sunday, 28 April 2013
Monday, 22 April 2013
Sunday, 21 April 2013
Diklat Fasilitator Pengelolaan KBR Tahun 2013
Rekomendasi peserta diklat fasilitator pengelolaan Kebun Bibit Rakyat (KBR), Balai Diklat Kehutanan Bogor Tahun 2013 :
1. Penyuluh/ Pendamping Lapangan KBR dilibatkan mulai dari proses awal penyusunan proposal KBR;
2. Kelompok Tani KBR adalah kelompok tani yang telah teregistrasi di BP4K (instansi berwenang);
3. Lokasi KBR adalah lokasi lahan kritis sesuai dengan yang ada di rencana teknis rehabilitasi hutan/lahan;
4. Keberlanjutan program KBR di masyarakat secara swadaya.
Penentuan Lahan Kritis
Kriteria Penentuan Lahan Kritis
Berdasarkan
hasil lokakarya Penetapan Kriteria Lahan Kritis yang dilaksanakan oleh
Direktotar Rehabilitasi dan Konservasi Tanah pada 17 Juni 1997 dan 23 Juli 1997 yang dimaksud
dengan lahan kritis adalah lahan yang
telah mengalami kerusakan sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai
pada batas yang ditentukan atau diharapkan.
Dengan demikian penilaian lahan kritis di setiap tempat harus mengacu
pada kriteria yang ditetapkan dan sesuai dengan fungsi tempat tersebut. Besaran
nilai bobot tingkat kekritisan lahan diperoleh dari hasil perkalian antara
bobot dan nilai skor.
Parameter fisik lahan berupa kelas lereng, jenis tanah, geologi, curah hujan serta karakteristik DAS menentukan peran yang sangat penting. Hal ini berkaitan erat dengan penentuan kriteria lahan kritis sebagai sasaran utama dari arahan RTL RLKT. Metode yang dilakukan adalah melakukan tumpang susun (overlay) secara spatial masing-masing data tersebut untuk kemudian dilakukan pembobotan (skoring). Adapun parameter yang akan dilakukan pembobotan adalah sebagai berikut :
1) Tipe Iklim (Curah Hujan)
a. Tipe iklim, dianalisis
berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson. Data hujan bulanan
selama 10 tahun terakhir dikelompokkan dalam bulan kering (curah hujan bulanan
< 60 mm), bulan lembab (curah hujan bulanan antara 60-100 mm) dan bulan
basah (curah hujan bulanan > 100 mm). Penentuan tipe iklim didasarkan pada
nilai Q yang dihitung dengan rumus :
Q = (BK / BB) x 100%
Keterangan:
BK = Jumlah bulan kering dalam satu periode analisis
(bulan)
BB = Jumlah bulan basah dalam satu periode analisis
(bulan)
Selanjutnya penentuan tipe iklim didasarkan pada kriteria
Schmidt & Ferguson.
b. Intensitas Hujan, Intensitas hujan (I) dihitung
berdasarkan curah hujan rata-rata dalam satu tahun dan hari hujannya, sebagai
berikut :
I = CH / HH
Keterangan :
CH = Curah hujan rata-rata dalam satu tahun
HH = Hari hujan rata-rata dalam satu tahun
Kelas Intensitas
Curah hujan
|
Intensitas Curah hujan
(mm/hari)
|
Klasifikasi CH
|
1
|
< 13,6
|
Sangat rendah
|
2
|
13,6 – 20,7
|
Rendah
|
3
|
20,7 – 27,7
|
Sedang
|
4
|
27,7 – 34,8
|
Tinggi
|
5
|
> 34,8
|
Sangat Tinggi
|
2). Kelas Lereng
Bentuk
lahan dan ketinggian tempat dianalisis secara deskriptif berdasarkan Peta
Topografi dengan memperhatikan pola dan ketinggian garis kontur. Kelas lereng
diklasifikasikan sesuai dengan kerapatan garis kontur. Pada bagian yang
berbukit/bergunung selain dengan analisis kerapatan kontur, penetapan kelas
lereng juga dilakukan secara sistematis dengan melihat puncak atau punggung
bukit/gunung. Panjang lereng ditentukan berdasarkan pengamatan di lapangan
dengan memprediksi rata-ratanya pada masing-masing kelas lereng dan lokasinya.
Kelas Lereng
|
Kondisi
|
Klasifikasi lereng
|
|
Di Peta
|
Di Lapangan
|
||
1
|
Jarak kontur > 6,25 mm
|
0 % - 8 %
|
Datar
|
2
|
Jarak kontur 3,33 - 6,25 mm
|
8 % - 15 %
|
Landai
|
3
|
Jarak kontur 2,00 - 3,32 mm
|
15 % - 25 %
|
Agak curam
|
4
|
Jarak kontur 1,25 – 1,99 mm
|
25 % - 40 %
|
Curam
|
5
|
Jarak kontur < 1,25 mm
|
> 40 %
|
Sangat Curam
|
3). Jenis Tanah
Pengolahan
data jenis tanah adalah dengan pendekatan terhadap kepekaan jenis tanah
tertentu terhadap tingkat laju erosi. Tanah memiliki struktur dan porositas
yang mampu menahan laju aliran permukaan (surface
run off) yang berbeda antara jenis tanah satu dengan lainnya. Semakin kuat
jenis tanah menahan laju aliran permukaan maka kepekaannya semakin rendah,
sebaliknya semakin rendah jenis tanah akan tingkat laju erosi maka kepekaannya
semakin tinggi. Berikut adalah klasifikasi jenis tanah berdasarkan kepekaan
terhadap erosi.
Kelas Tanah
|
Jenis tanah
|
Klasifikasi kepekaan
|
1
|
Aluvial, glei planosol, hidomorf kelabu, laterita
air tanah
|
Tidak peka
|
2
|
Latosol
|
Aga peka
|
3
|
Brown
forest soil, noncalsic brown, mediteran
|
Kurang peka
|
4
|
Andosol, Laterit, Grumusol, Podsol, Podsolik
|
Peka
|
5
|
Regosol,Litosol, Organosol, Renzina
|
Sangat Peka
|
4). Penutupan Lahan
Data penutupan lahan dari hasil penafsiran citra Alos Prism 2.5 m tersebut,
penutupan lahan di bedakan menjadi tiga kelas penutupan lahan yaitu kelas
penutupan I (kawasan lindung), Kelas penutupan II ( kawasan konservasi), Kelas
penutupan II (kawasan budidaya).
Hasil penafsiran tersebut terdiri dari 23 kelas penutupan lahan yang
selanjutnya dikelompokkan menjadi 3 kelompok penutupan lahan, berdasarkan
tingkat penutupan vegetasinya, yaitu:
a.
Kelompok Penutupan I : terdiri dari jenis penutupan tanah
terbuka, semak/belukar, pertanian, lahan kering bercampur semak. Kegiatan yang dapat diarahkan pada kelompok
ini adalah kegiatan reboisasi dan penghijauan.
b.
Kelompok Penutupan II : terdiri dari jenis penutupan hutan
lahan kering sekunder, hutan rawa sekunder.
Kegiatan yang dapat diarahkan pada kelompok ini adalah kegiatan
pengayaan tanaman.
c.
Kelompok Penutupan III : terdiri dari jenis penutupan
savana, pertanian lahan kering, sawah, pertambangan dan pemukiman. Kegiatan
diasumsikan tidak dilakukan pada seluruh areal dan dapat dilakukan
melalui kegiatan teknik konservasi tanah.
Data hasil
penafsiran citra tersebut dilakukan pengecekan lapangan untuk mengoreksi
beberapa kesalahan penafsiran, sehingga sesuai dengan kondisi riil dan
perubahan terkini di lapangan.
5). Karakteristik DAS
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang dibatasi oleh punggung
bukit yang mampu menerima, menyimpan aliran air, sedimen serta unsur hara tanah
serta mengalirkannya ke satu titik pertemuan aliran sungai. Ditinjau dari aspek
hidrologi, DAS dapat dipandang sebagai suatu sistem yang mampu mempengaruhi
kondisi suatu lahan atau kawasan. Adapun parameter fisik DAS yang secara
signifikan mampengaruhi karakteristik lahan adalah bentuk DAS, kerapatan aliran, dan kemiringan
DAS (Seyhan, 1977). Ketiga parameter fisik DAS tersebut berpengaruh terdapat
kondisi aliran permukaan dan erosi, yang kemudian berpengaruh terhadap
distribusi aliran dan kualitas air suatu kawasan DAS. Masing-masing parameter
fisik (morfometri) DAS dikelompokkan dan diklasifikasikan
berdasarkan pengaruhnya terhadap aliran permukaan.
Bentuk DAS
|
karakteristik
|
Kode
|
Melebar
|
Bentuk DAS melintang arah aliran, sungai melebar, pengaruh erosi semakin
kecil
|
I
|
Bulat/bujur
sangkar
|
Panjang dan lebar lebih kurang sama
|
II
|
Memanjang
|
Bentuk DAS memanjan searah aliran sungai,
pengaruh erosi semakin besar
|
III
|
Kerapatan
|
Karakteristik
|
kode
|
Rapat
|
Kerapatan aliran tinggi, ada banyak cabang sungai
selain sungai utama, pengaruh erosi semakin kecil
|
I
|
Agak rapat
|
Kerapatan aliran kurang, sungai agak rapat dan hanya
terdapat satu sungai utama
|
II
|
Jarang
|
Kerapatan aliran sungai
jarang, pengaruh aliran permukaan dan erosi menjadi besar.
|
III
|
Kemiringan
|
Karakteristik DAS
|
Kode
|
Datar
|
Pengaruh terhadap aliran permukaan kecil
|
I
|
Sedang
|
Pengaruh terhadap aliran permukaan sedang
|
II
|
Curam
|
Pengaruh terhadap aliran permukaan besar
|
III
|
Kawasan hutan
lindung pada umunya dapat berupa cagar alam, suaka margasatwa, taman hutan
raya, daerah resapan air, daerah pelestarian plasma nutfah. Kawasan hutan lindung dianggap sebagai
kawasan perlindungan dan pelestarian sumberdaya tanah, hutan dan air, bukan
sebagai daerah produksi. Parameter
penilaian kekritisan lahan Kawasan Hutan Lindung dikonsentrasikan pada
parameter penilaian kekritisan yang berkaitan dengan fungsi perlindungan pada sumberdaya hutan (vegetasi), tanah dan
air, faktor kemiringan lereng, Tingkat erosi dan manajemen pengelolaan yang
dilakukan. Kriteria penetapan lahan
kritis untuk kawasan Hutan Lindung disajikan pada Tabel 3-8 di bawah ini.
No
|
Kriteria (% Bobot)
|
Kelas
|
Besaran/Deskripsi
|
Skor
|
Keterangan
|
1.
|
Penutupan
Lahan
(50)
|
1. Sangat baik
2. Baik
3. Sedang
4. Buruk
5. Sangat buruk
|
>80 %
61-80 %
41-60 %
21-40 %
< 20 %
|
5
4
3
2
1
|
Dihitung
berdasarkan prosentase penutupan tajuk
|
2
|
Lereng (20)
|
1. Datar
2. Landai
3. Agak Curam
4. Curam
5. Sangat curam
|
< 8 %
8- 15 %
16-25 %
25-40 %
> 40 %
|
5
4
3
2
1
|
|
3
|
Erosi (20)
|
1. Ringan
|
-Tanah dalam:
Kurang dari 25 % lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak
20-50 m
-Tanah
dangkal: Kurang dari 25 % lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada
jarak > 50 m
|
5
|
|
|
|
2. Sedang
|
- Tanah dalam: 25-75
% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20 m
- Tanah
dangkal: 25-50 % lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur dengan jarak
< 20-50 m
|
4
|
|
|
|
3. Berat
|
- Tanah dalam: lebih dari 75 % lapisan tanah
atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20-50 m
- Tanah
dangkal: 25-75 % lapisan tanah atas hilang
|
3
|
|
|
|
4. Sangat Berat
|
- Tanah dalam: Semua lapisan tanah atas
hilang lebih dari 25 % lapisan tanah bawah
hilang dan atau erosi alur pada jarak kurang dari 20 m
- Tanah
dangkal: > 75 % lapisan tanah atas telah hilang dan sebagian lapisan tanah
bawah tererosi
|
2
|
|
4.
|
Manajemen
(10)
|
1. Baik
2. Sedang
3. Buruk
|
Lengkap *)
Tidak lengkap
Tidak ada
|
5
3
1
|
*) Tata batas ada
- Penyuluhan dilaksana-kan
|
No
|
Tingkat Kekritisan Lahan
|
Besaran Nilai
|
1.
|
Sangat Kritis
|
120-180
|
2.
|
Kritis
|
181-270
|
3.
|
Agak Kritis
|
271-360
|
4.
|
Potensi Kritis
|
361-450
|
5.
|
Tidak Kritis
|
451-500
|
Kawasan budidaya untuk pertanian adalah kawasan yang
diusahakan agar berproduksi secera lestari.
Pada prinsipnya kawasan ini fungsi utamanya adalah sebagai daerah produksi. Oleh sebab itu penilaian kekritisan
lahan di daerah produksi dikaitkan
dengan fungsi produksi dan pelestarian
sumberdaya tanah, vegetasi, dan air untuk produktivitas. Selain itu faktor lereng, tingkat ersosi, batu-batuan, dan pengelolaan
yang dilakukan dijadikan faktor yang
mempengaruhi tingkat kekritisan lahan.
No
|
Kriteria (% Bobot)
|
Kelas
|
Besaran/Deskripsi
|
Skor
|
Keterangan
|
|
1.
|
Produktivitas
(30)
|
1. Sangat
tinggi
2. Tinggi
3. Sedang
4. Rendah
5. Sangat
rendah
|
>80 %
61-80 %
41-60 %
21-40 %
< 20 %
|
5
4
3
2
1
|
Dinilai berdasarkan rasio terhadapproduksi umumoptimal
pada pengelolaan tradisional
|
|
2
|
Lereng (20)
|
1. Datar
2. Landai .
3. Agak Curam
4. Curam
5. Sangat curam
|
< 8 %
8- 15 %
16-25 %
25-40 %
> 40 %
|
5
4
3
2
1
|
|
|
|
Erosi (20)
|
1. Ringan
|
Tanah dalam:
Kurang dari 25 % lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak
20-50 m
Tanah
dangkal: Kurang dari 25 % lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada
jarak > 50 m
|
5
|
|
|
|
|
2. Sedang
|
Tanah
dalam: 25-75 % lapisan tanah atas hilang dan atau erosi
alur pada jarak 20 m
Tanah
dangkal: 25-50 % lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur dengan jarak
< 20-50 m
|
4
|
|
|
|
|
3. Berat
|
Tanah dalam:
lebih dari 75 % lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak
20-50 m
Tanah
dangkal: 25-75 % lapisan tanah atas hilang
|
3
|
|
|
|
|
4. Sangat Berat
|
Tanah dalam:
Semua lapisan tanah atas hilang lebih dari 25 % lapisan tanah bawah hilang dan atau erosi alur pada jarak
kurang dari 20 m
Tanah
dangkal: > 75 % lapisan tanah atas telah hilang dan sebagian lapisan tanah
bawah tererosi
|
2
|
|
|
4.
|
Batuan
(5)
|
1. Sedikit
2. Sedang
3. Banyak
|
<
10 %
10-30 %
> 30 %
|
5
3
1
|
|
|
5.
|
Manajemen
(30)
|
1. Baik
2. Sedang
3. Buruk
|
Penerapan
teknologi konservasi tanah lengkap dan sesuai dengan petunjuk teknis
Tidak lengkap
dan tidak dipelihara
Tidak ada
|
5
3
1
|
|
|
No
|
Tingkat Kekritisan Lahan
|
Besaran Nilai
|
1.
|
Sangat Kritis
|
115-200
|
2.
|
Kritis
|
201-275
|
3.
|
Agak Kritis
|
276-350
|
4.
|
Potensi
Kritis
|
351-425
|
5.
|
Tidak Kritis
|
426-500
|
Kawasan
Lindung di luar Kawasan Hutan adalah
kawasan yang sudah ditetapkan sebagai kawasan lindung tetapi kawasan tersebut
tidak lagi sebagai hutan, pada umumnya daerah tersebut sudah diusahakan sebagai
daerah produksi. Namun secara prinsip
daerah ini masih tetap berfungsi sebagai daerah perlindungan/pelestarian
sumberdaya tanah, hutan, dan air. Oleh
sebab itu parameter penilaian peniliaian
kekritisan lahan di daerah ini harus dikaitkan dengan fungsi sumberdaya tanah,
vegetasi yang permanen, air, kemiringan lereng, tingkat erosi dan tingkat
pengelolaan.
No
|
Kriteria (% Bobot)
|
Kelas
|
Besaran/Deskripsi
|
Skor
|
Keterangan
|
1.
|
Vegetasi
permanen
(50)
|
1. Sangat baik
2. Baik
3. Sedang
4. Buruk
5. Sangat buruk
|
>40 %
31-40 %
21-30 %
10-20 %
< 10 %
|
5
4
3
2
1
|
Dinilai
berdasarkan prosentase penutupan tajuk pohon
|
2
|
Lereng (10)
|
1. Datar
2. Landai
3. Agak Curam
4. Curam
5. Sangat curam
|
< 8 %
8- 15 %
16-25 %
26-40 %
>40 %
|
5
4
3
2
1
|
|
3
|
Erosi (10)
|
1. Ringan
2. Sedang
3. Berat
4. Sangat Berat
|
Tanah dalam: Kurang dari 25 % lapisan
tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20-50 m
Tanah dangkal: Kurang dari 25 %
lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak > 50 m
Tanah dalam: 25-75
% lapisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20 m
Tanah dangkal: 25-50 % lapisan tanah
atas hilang dan atau erosi alur dengan jarak < 20-50 m
Tanah dalam: lebih dari 75 % lapisan
tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20-50 m
Tanah dangkal: 25-75 % lapisan tanah
atas hilang
Tanah dalam: Semua lapisan tanah atas
hilang lebih dari 25 % lapisan tanah bawah
hilang dan atau erosi alur pada jarak kurang dari 20 m
Tanah dangkal: > 75 % lapisan
tanah atas telah hilang dan sebagian lapisan tanah bawah tererosi
|
5
4
3
2
|
|
5.
|
Manajemen
(10)
|
1. Baik
2. Sedang
3. Buruk
|
Penerapan teknologi konservasi tanah
lengkap sesuai petunjuk teknis
Tidak lengkap atau tidak terpelihara
Tidak ada
|
5
3
1
|
|
Subscribe to:
Posts (Atom)