Wednesday 4 November 2015

Kajian Perda Hutan Rakyat



I.                   PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Hutan hak menurut Permenhut No. P.30/Menhut-II/2012 tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang Berasal dari Hutan Hak adalah hutan yang berada pada tanah/lahan masyarakat yang telah dibebani hak atas tanah di luar kawasan hutan negara, dibuktikan dengan alas titel berupa Sertifikat Hak Milik, Letter C atau Girik, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, atau dokumen penguasaan/pemilikan lainnya yang diakui oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Hutan hak selanjutnya dikenal dengan hutan rakyat yaitu hutan yang tumbuh di atas tanah milik yang dibebani hak dan pemanfaatannya oleh pemilik lahan.
Keberadaan hutan rakyat mulai dikenal setelah dilaksanakan proyek penghijauan pada tahun 1975 dalam SK Dirjen Kehutanan No. 161/D1/1/1975 tanggal 25 Oktober 1975 ditetapkan sasaran reboisasi dan penghijauan dengan areal berupa hutan yang rusak, belukar, padang alang-alang, tanah kosong/gundul dan tanah terlantar serta tanah tegalan. Arahan pembangunan hutan rakyat berawal dari upaya rehabilitasi lahan dan konservasi tanah dan hasilnya telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sebagai tambahan penghasilan (Dephut 2009).
Campur tangan pemerintah dalam pengelolaan hutan rakyat dapat memberikan dampak positif maupun negatif terhadap perkembangan hutan rakyat. Dampak positif apabila kebijakan pemerintah dapat meningkatkan minat masyarakat untuk membangun hutan rakyat dan mampu mendorong perkembangan hutan rakyat. Dampak negatif apabila kebijakan pemerintah akan membebani pemilik hutan rakyat serta mengurangi minat masyarakat untuk membangun hutan rakyat dan pada akhirnya masyarakat mengalihkan penggunaan lahan untuk tujuan lain. Oleh karena itu, pengaturan pengusahaan hutan rakyat beserta program pembangunan harus dapat menyediakan insentif untuk mendorong perkembangan hutan rakyat serta memberikan keuntungan bagi pemilik hutan.

B.     Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1.      Melakukan tinjauan singkat terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko No. 9 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko No. 8 Tahun 2011 tentang Izin Pemanfaatan dan atau Pemungutan Kayu Rakyat.
2.      Mengkaji Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko No. 9 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko No. 8 Tahun 2011 tentang Izin Pemanfaatan dan atau Pemungutan Kayu Rakyat terhadap pemberian insentif dan disinsentif pada pengelolaan hutan rakyat.

C.    Ruang Lingkup Kajian
1.      Peraturan Perundangan yang Terkait
Peraturan perundangan yang terkait dengan Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko No. 9 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko No. 8 Tahun 2011 tentang Izin Pemanfaatan dan atau Pemungutan Kayu Rakyat antara lain:
1.      Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria;
2.      Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
3.      Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
4.      Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan;
5.      Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.26/Menhut-II/2005 tentang Pedoman Pemanfaatan Hutan Hak;
6.      Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2007 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pengenaan, Pemungutan dan Pembayaran Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR);
7.      Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.30/Menhut-II/2012 tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang Berasal dari Hutan Hak;
8.      Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.20/Menhut-II/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-II/2011 tentang Izin Pemanfaatan Kayu.

2.      Istilah Umum yang Terkait
Beberapa istilah yang umum digunakan dalam pengelolaan hutan rakyat yang berkaitan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko No. 9 Tahun 2012 adalah sebagai berikut:
a.       Hutan hak menurut Undang-Undang No.41 Tahun 1999 adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah,
b.      Hutan hak menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. P.26/Menhut-II/2005 adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah yang dibuktikan dengan alas titel atau hak atas tanah, yang lazim disebut hutan rakyat yang diatasnya didominasi oleh pepohonan dalam suatu ekosistem yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota.
c.       Hutan hak menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. P.30/Menhut-II/2012 adalah hutan yang berada pada tanah/lahan masyarakat yang telah dibebani hak atas tanah diluar kawasan hutan negara, dibuktikan dengan alas titel berupa Sertifikat Hak Milik, Letter C atau Girik, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, atau dokumen penguasaan/pemilikan lainnya yang diakui oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
d.      Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya (Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007).
e.       Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya (Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007).
f.       Izin pemanfaatan hutan adalah izin yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang yang terdiri dari izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan izin pemungutan hasil hutan kayu dan atau bukan kayu pada areal hutan yang telah ditentukan (Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007).
g.      Hasil hutan dari hutan milik/rakyat adalah benda-benda hayati beserta turunannya yang telah dibudidayakan di tanah/lahan milik rakyat atau masyarakat yang berada di luar kawasan hutan.

3.      Insentif dan Disinsentif
Menurut Peraturan Pemerintah No. P.26/Menhut-II/2005 insentif adalah semua bentuk dorongan spesifik atau rangsangan/stimulus yang dirancang dan diimplementasikan untuk mempengaruhi atau memotivasi msyarakat, baik secara individu maupun kelompok. Insentif dapat diberikan berupa pemberian prioritas program-program pembangunan daerah antara lain subsidi, pinjaman lunak, kebijakan fiskal, pengaturan, kemudahan pelayanan, dan pendampingan. Insentif merupakan bentuk dorongan spesifik atau stimulus (rangsangan), umumnya berasal dari institusi eksternal untuk memperngaruhi atau memotivasi masyarakat agar bertindak atau mengadopsi suatu kegiatan atau program. Suatu peraturan akan menjadi insentif apabila peraturan tersebut mampu merangsang atau mendorong masyarakat untuk melakukan kegiatan atau program tersebut sehingga masyarakat memperoleh manfaat atau keuntungan.
Disinsentif adalah bersifat sebaliknya, yaitu tidak merangsang atau tidak mendorong. Suatu peraturan akan menjadi disinsentif apabila peraturan tersebut tidak merangsang atau mendorong masyarakat untuk melakukan kegiatan atau program tersebut. Masyarakat akan memperoleh kerugian, tidak mendapatkan manfaat apabila melaksanakan program tersebut.



II.                HASIL DAN PEMBAHASAN

A.      Tinjauan Singkat Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko No. 9 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko No. 8 Tahun 2011 tentang Izin Pemanfaatan dan atau Pemungutan Kayu Rakyat

Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko No. 9 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko No. 8 Tahun 2011 tentang Izin Pemanfaatan dan atau Pemungutan Kayu Rakyat di wilayah Kabupaten Mukomuko dibuat dengan dasar bahwa dalam upaya melindungi hak-hak masyarakat atas kayu yang merupakan asset privat dan mendorong semangat pembangunan kehutanan berbasis masyarakat serta memberikan kemudahan dalam pelayanan, maka diperlukan pengaturan penatausahaan kayu rakyat yang berasal dari hutan hak. Peraturan tersebut berisi antara lain:
1)        Areal yang dapat dimohon untuk Izin Pemanfaatan dan atau Pemungutan Kayu Rakyat yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah yang berada di luar kawasan hutan dan dibuktikan dengan alas titel atau hak atas tanah, tidak termasuk HGU, HTI, IUPHHK dan Izin Lokasi Perkebunan. Pemohon adalah setiap orang atau badan yang memiliki dokumen hak dan/atau kepemilikan atas tanah yang sah atau orang yang dikuasakan oleh pemilik lahan.
2)        Permohonan izin dilengapi dengan persayaratan administrasi dan teknis. Persyaratan administrasi berupa bukti kepemilikan hak atas tanah, KTP atau akta pendirian badan hukum. Persyaratan teknis berupa peta/sketsa lokasi, peralatan yang digunakan, potensi kayu. Apabila potensi kayu lebih dari 5 m3, maka harus ada pemeriksaan lokasi oleh petugas Dinas Kehutanan Kabupaten.
3)        Izin diberikan oleh Bupati melalui Kepala Kantor Terpadu Satu Pintu dengan memperhatikan rekomendasi teknis Dinas Kabupaten.
4)        Pemilik IPKR setelah melakukan penebang/pemungutan wajib melakukan pencatatan dan pengukuran guna pembuatan LHP-KR.
5)        Pengangkutan kayu bulat rakyat atau kayu olahan rakyat dari lokasi izin ke TPK menggunakan Daftar Pengangkutan (DP) yang dibuat oleh pemilik izin dan diketahui oleh Petugas Pembuat LHP-KR.
6)        Terhadap Kayu Bulat Kayu Rakyat yang berasal dari pohon yang tumbuh secara alami dalam kawasan hutan yang berubah status menjadi bukan kawasan hutan (APL dan atau KBNK), akan dikenakan PSDH dan DR. Selain PSDH dan DR, juga diwajibkan membayar penggantian nilai tegakan.
7)        Pemilik izin yang tidak melaksanakan kewajiban pembayaran PSDH, DR dan Penggantian Nilai tegakan sampai habis masa berlaku izin, maka akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda 10 (sepuluh) kali jumlah kewajiban dan dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengaturan pemanfaatan hasil hutan hak/milik di Kabupaten Mukomuko tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-II/2011 tentang Izin Pemanfaatan Kayu yang telah dirubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.20/Menhut-II/2013 tentang Izin Pemanfaatan Kayu. Peraturan ini tidak sejalan dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.30/Menhut-II/2012 tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang Berasal dari Hutan Hak dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.26/Menhut-II/2005 tentang Pedoman Pemanfaatan Hutan Hak.

B.       Kajian Insentif dan Disinsentif Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko No. 9 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko No. 8 Tahun 2011 tentang Izin Pemanfaatan dan atau Pemungutan Kayu Rakyat

Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko No. 9 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko No. 8 Tahun 2011 tentang Izin Pemanfaatan atau Pemungutan Kayu Rakyat berisi bab-bab tentang ketentuan umum, tata cara permohonan dan persyaratan permohonan izin, tata cara penilaian permohonan dan pemberian izin, pengukuran potensi hasil hutan, pembuatan LHP KR dan pengangkatan P2LHP KR, pengesahan LHP KR, pengangkutan hasil hutan, pemberlakuan dokumen dengan tujuan TPK antara, prosedur pengajuan penerbitan dokumen angkutan kayu, pejabat penerbit dokumen angkutan kayu, masa berlaku dan peruntukan dokumen, perpanjangan masa berlaku dokumen, penatausahaan, penyimpanan dan pembatalan blanko dokumen angkutan hasil hutan, pendistribusian blanko dokumen angkutan hasil hutan, pelaporan ketersediaan dokumen pada pejabat penerbit, LMKB KR dan LMKO KR, pelaporan penatausahaan kayu, pemungutan PSDH dan DR, tata cara pembayaran dan penyetoran hasil pungutan PSDH dan DR, hak, kewajiban, larangan serta hapusnya izin, pelaporan pejabat penagih, stock opname, pembinaan dan pengendalian, ketentuan penyidikan, ketentuan sanksi, ketentuan penutup.
Secara umum peraturan daeraha ini mengatur tentang izin pemanfaatan atau pemungutan kayu yang berasal dari tanah milik/hak. Namun tanah milik/hak tersebut pada awalnya adalah kawasan hutan yang telah dikonversi menjadi areal penggunaan lain (APL) atau kawasan budidaya non kehutanan (KBNK). Pada saat perubahan status penggunaan, terdapat pohon yang tumbuh secara alami di atas areal tersebut. Oleh karena itu, pemanfaatan kayu yang berada di lahan tersebut dikenakan PSDH, DR dan penggantian nilai tegakan sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2007 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pengenaan Pemungutan dan Pembayaran PSDH dan DR.
Isi peraturan daerah ini berbeda dengan latar belakang pembuatan peraturan ini, yaitu mendorong pembangunan kehutanan berbasis masyarakat karena peraturan daerah ini justru berisi pengaturan pemanfaatan atau pemungutan kayu pada areal yang berubah penggunaan dari hutan menjadi bukan hutan, kayu yang berada di atas lahan tersebut dapat dimanfaatkan atau dipungut (di panen) kemudian lahan tersebut berubah menjadi areal bukan hutan (konversi).
Peraturan daerah ini juga tidak sejalan dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.26/Menhut-II/2005 tentang Pedoman Pemanfaatan Hutan Hak, karena di dalam Permenhut ini tanah milik/hak dapat berubah fungsi menjadi hutan hak (fungsi konservasi, lindung, atau produksi) berdasar pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. Masyarakat yang tanahnya ditunjuk dan ditetapkan menjadi hutan hak akan memperoleh insentif dan kompensasi.
Kebijakan pemerintah daerah tersebut dalam pelaksanaannya dapat berupa pemberian insentif atau disinsentif dalam pengelolaan hutan hak/milik. Pemberian insentif antara lain sebagai berikut:
1.      Pasal 4 tentang penilaian terhadap lokasi yang akan diberikan izin oleh Dinas Kehutanan Kabupaten
a.                                         Pemberi izin melakukan penilaian administrasi dan teknis.
b.    Areal yang akan diajukan izin dilakukan pemeriksaan lokasi dan checking cruising (survey potensi) oleh petugas dari Dinas Kabupaten.
2.      Pasal 7 tentang pemberian izin:
  1. Kepala Dinas Kabupaten dapat memberikan izin pemanfaatan dan/atau pemungutan kayu rakyat setelah mendapatkan persetujuan dari Bupati.
  2. Izin diberikan sampai dengan 5 m3 apabila memenuhi persyaratan administarsi dan teknis.
  3. Izin diberikan lebih dari dengan 5 m3 apabila memenuhi persyaratan administarsi dan teknis, telah dilakukan pemeriksaan dan survey potensi oleh Dinas Kehutanan Kabupaten dan telah dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan lokasi dan kebenaran persyaratan.
Pemerintah daerah dapat memiliki fungsi pengendalian terhadap izin pemanfaatan atau pemungutan kayu rakyat. Pengendalian izin merupakan insentif tidak langsung karena pemerintah berfungsi sebagai penanggung jawab dalam mengendalikan pengelolaan hutan hak/milik.
3.      Pasal 8 ayat 3 tentang perpanjangan izin:
Terhadap Pesediaan Kayu Bulat atau kayu olahan yang telah dibayarkan kewajibannya berdasarkan LHP-KR yang telah disahkan, maka setelah habis masa berlaku perizinan tetap dapat diusahakan dalam jangka waktu paling lama 2(dua) bulan sambil menunggu proses perpanjanngan izin selanjutnya.
Salah satu bentuk insentif adalah kemudahan pelayanan (Permenhut No. 26 Tahun 2005), kemudahan dalam perpanjangan izin pemanfaatan atau pemungutan kayu rakyat akan mendorong masyarakat untuk melakukan kegiatannya secara legal. Pengurusan perpanjangan izin yang sulit justru akan mendorong masyarakat tidak peduli dengan aturan yang ada, sehingga masyarakat dapat melakukan kegiatan illegal.
4.      Pasal 10 ayat 1 tentang survey potensi:
Survey potensi (timber cruising) dilakukan oleh Dinas Kehutananan Kabupaten dengan maksud mengukur, mengamati dan mencatat terhadap pohon yang direncanakan akan ditebang serta data lapangan lainnya untuk mengetahui estimasi jenis, jumlah, diameter, tinggi pohon serta informasi tentang keadaan lapangan yang akan dilakukan pemanfaatan atau pemungutan kayu.
Insentif yang diberikan berupa pendampingan terhadap kegiatan. Masyarakat yang telah memperoleh izin memperoleh bantuan untuk mengetahui potensi pohon yang berada pada lahannya. Pengukuran potensi oleh tenaga yang kompeten adalah sebuah bentuk insentif.
5.      Pasal 14 ayat 1 tentang pengangkutan hasil hutan:
Pengangkutan kayu rakyat dari lokasi perizinan wajib dilindungi/disertai dengan dokumen angkutan kayu rakyat yang sah (SKAU/nota/faktur angkutan kayu olahan).
Bukti legalitas pengangkutan hasil hutan menjadi insentif bagi masyarakat. Kayu yang dilengkapi dengan dokumen tersebut memberikan keamanan terutama dalam peredaran hasil hutan rakyat.
6.      Pasal 38 tentang pembinaan dan pengendalian:
  1. Dinas Kehutanan Provinsi melaksanakan pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan penatausahaan kayu yang berasal dari hutan hak dan atau lahan masyarakat.
  2. Dinas Kehutanan Kabupaten melaksanakan pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan penatausahaan kayu yang berasal dari hutan hak dan atau lahan masyarakat.
Pembinaan dan pengendalian adalah sebuah insentif bagi masyarakat. Masyarakat akan memahami aturan khususnya pelaksanaan penatausahaan kau yang berasal dari tanah milik/hak.

Kebijakan pemerintah daerah tersebut dalam bentuk disinsentif antara lain:
1.      Pasal 2 ayat 1 tentang permohonan izin:
Areal yang dapat dimohon untuk Izin Pemanfaatan dan atau Pemungutan Kayu Rakyat yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah yang berada di luar kawasan hutan dan dibuktikan dengan alas titel atau hak atas tanah.
Hal ini menjadi disinsentif apabila pohon yang tumbuh tersebut bukan pada kawasan hutan yang di konversi menjadi areal penggunaan lain (APL) atau kawasan budidaya non kehutanan (KBNK). Pohon yang tumbuh pada tanah milik/hak tidak perlu ada izin pemanfaatan dari pemerintah daerah. Aturan hanya berlaku untuk pengangkutan kayu sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.30/Menhut-II/2012 tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang Berasal dari Hutan Hak.
2.      Pasal 3 tentang persyaratan izin:
  1. Permohonan Izin dilengkapi persyaratan administrasi dan teknis
  2. Persyaratan teknis: peta/sketsa lokasi areal yang dimohon yang diketahui oleh Kepala Desa dan Camat setempat, daftar nama, tipe dan jenis peralatan yang akan dipergunakan dalam melaksanakan kegiatan pemanfaatan dan atau pemungutan kayu rakyat, potensi kayu yang akan dimanfaatkan dan atau dipungut berdasarkan hasil timber cruising (survey potensi).
3.      Pasal 8 ayat 2 tentang perpanjangan izin:
Perpanjangan izin pemanfaatan dan atau pemungutan kayu rakyat dilaksanakan sesuai dengan tata cara permohonan baru.
Persyaratan dan perpanjangan izin yang sulit untuk dipenuhi menjadi disinsentif bagi masyarakat. Hal ini akan memberatkan bagi masyarakat, akibatnya masyarakat menjadi tidak peduli dengan aturan, sehingga dapat mendorong kegiatan illegal.
4.      Pasal 13 ayat 4 tentang LHP KR:
Pemilik izin membuat 4 rangkap LHP KR:
1)      Rangkap Kesatu untuk Dinas Kabupaten;
2)      Rangkap Kedua untuk Dinas Propinsi;
3)      Rangkap Ketiga untuk Pejabat Pengesah LHP-KR;
4)      Rangkap Keempat untuk arsip pemilik izin.
5.      Pasal 36 ayat 3 tentang laporan realisasi PSDH, DR dan penggantian nilai tegakan:
Wajib bayar selambat-lambatnya tanggal 5 (lima) bulan berikutnya menyampaikan laporan realisasi pembayaran/penyetoran PSDH, DR dan Penggantian Nilai Tegakan kepada Pejabat Penagih dengan tembusan kepada :
a. Menteri
b. Bupati
c. Dinas Propinsi
d. Dinas Kabupaten
e. Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi
Pembuatan dokumen yang sama dan ditujukan ke banyak instansi/pihak menjadi disinsentif bagi masyarakat. Hal ini akan berpotensi adanya biaya tambahan (biaya transakai) dalam pembuatan/pelaporan tersebut, sehingga aturan seperti ini akan memberatkan masyarakat.
6.      Pasal 37 ayat 3 tentang stock opname:
Semua biaya yang timbul sebagai akibat dilakukannya stock opname dibebankan kepada pemegang izin.
Pemerintah daerah seharusnya memberikan insentif berupa pelayanan kepada masyarakat. Apabila masyarakat dibebani dengan biaya-biaya, maka akan menjadi disinsentif bagi masyarakat.



III.             KESIMPULAN

Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko No. 9 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Mukomuko No. 8 Tahun 2011 tentang Izin Pemanfaatan atau Pemungutan Kayu Rakyat bersifat insentif dan disinsentif namun pada dasarnya peraturan ini menjadi disinsentif terhadap pemanfaatan hutan rakyat dan hutan milik karena mendorong pemanfaatan atau pemungutan kayu kemudian merubah fungsi atau penggunaan lahan menjadi lahan bukan hutan (konversi). Kebijakan pemerintah daerah yang bersifat insentif akan memberikan peluang terhadap pengembangan hutan rakyat. Peraturan yang bersifat disinsentif akan menghambat perkembangan hutan rakyat. Oleh karena itu, peraturan daerah yang bersifat disinsentif perlu ditinjau kembali.